Sabtu, 25 September 2010

dokumen pengadaan untuk pedoman pantia

Republik Indonesia




MODEL
DOKUMEN PENGADAAN




















Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Edisi 2007
Pengantar

Pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu tahap yang menentukan efisiensi dan efektifivitas pelaksanaan anggaran dan belanja negara. Tahap ini menjadi semakin penting dengan manakala belanja dapat diarahkan untuk membangun dunia usaha dan daya saing nasional sehingga diperlukan proses pengadaan yang terbuka dan bersaing, transparan serta adil/non diskriminatif. Pada akhirnya, kesemuanya bermuara kepada meningkatnya akuntabiltas pengelolaan keuangan negara.

Dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003, proses pengadaan masih menghadapi kendala implementasi pada saat pengelola pengadaan harus menyiapkan dokumen pengadaan, yang antara lain mencakup informasi, tata cara, dan persyaratan proses pengadaan dan pelaksanaan kontrak.
Dalam rangka mengurangi kendala tersebut, Kementerian Negara PPN/Bappenas cq. Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik bersama-sama Tim Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta Asian Development Bank menyusun Model Dokumen Pengadaan yang terdiri Model Dokumen Pengadaan Barang, Model Dokumen Pengadaan Jasa Pemborongan, Model Dokumen Pengadaan Jasa Lainnya dan Model Dokuman Pengadaan Jasa Konsultansi.

Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak atas segala dukungannya untuk memfasilitasi dan menerbitkan Model Dokumen ini. Kami sampaikan pula terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyusunan Model Dokumen ini.

Model Dokumen ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam implementasi penyusunan dokumen pengadaan. Model ini juga diharapkan mampu mendorong konsistensi dan harmonisasi dalam praktek pengadaan barang dan jasa publik pada instansi pemerintah, dan sebagai upaya awal, dokumen in selalu terbuka terhadap segala masukan, kritik, dan saran membangun.

Jakarta, Januari 2007

Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Publik – Bappenas






Agus Rahardjo

Pedoman Panitia

Pendahuluan


Pedoman Panitia untuk Model Dokumen Pengadaan ini memuat penjelasan pokok dan saran bagi Panitia/Pejabat Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan instansi pemerintah untuk menyiapkan Dokumen Pengadaan dengan menggunakan bentuk-bentuk dokumen dan formulir yang tersedia dalam Model Dokumen Pengadaan. Dokumen Pengadaan merupakan dokumen pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa konsultansi/jasa lainnya, dan sumber acuan bagi para peserta pengadaan untuk menyiapkan dan memasukkan penawaran secara benar.

Model Dokumen Pengadaan ini disusun oleh Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Publik – Bappenas untuk digunakan pada pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa konsultansi/jasa lainnya yang dibiayai dari sumber dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan dapat pula digunakan pada pengadaan yang dibiayai dari sumber dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri sepanjang pemberi pinjaman tidak mensyaratkan kewajiban penggunaan standar dokumen pengadaan yang lain. Model Dokumen Pengadaan ini disusun berdasarkan ketentuan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah berikut semua perubahannya, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.

Model Dokumen Pengadaan ini dipersiapkan untuk pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dengan:
- metode pemilihan: Pelelangan Umum
- jenis kontrak: Harga Satuan/Lumpsum (khusus untuk pengadaan barang menggunakan Harga Satuan)
- metode penyampaian penawaran: Satu Sampul
- metode evaluasi: Sistem Gugur.
Bagian-bagian tertentu dari Model Dokumen Pengadaan ini, misalnya Bentuk Dokumen Penawaran dan Bentuk Surat Perintah Kerja dapat pula dipergunakan untuk metode pemilihan Penunjukan Langsung.

Untuk jasa konsultansi, Model Dokumen Pengadaan ini dipersiapkan bagi pelaksanaan pengadaan jasa konsultansi (termasuk jasa konsultansi perseorangan) dengan:
- metode seleksi : Seleksi Umum/Seleksi Terbatas/Seleksi Langsung
- jenis kontrak : Harga Satuan/Lumpsum
- metode penyampaian penawaran: Dua Sampul
- metode evaluasi: Kualitas/Kualitas dan Biaya/Pagu Anggaran/Biaya Terendah.
Bagian-bagian tertentu dari Model Dokumen Pengadaan ini, misalnya Bentuk Dokumen Penawaran dan Bentuk Surat Perintah Kerja dapat pula dipergunakan untuk metode seleksi Penunjukan Langsung. Model Dokumen Pengadaan ini dipersiapkan untuk seleksi penyedia jasa konsultansi dengan prakualifikasi. Oleh karena itu, ketentuan mengenai kualifikasi dan penilaian kualifikasi para penyedia jasa konsultansi tercantum dalam Dokumen Prakualifikasi yang merupakan bagian awal dari Model Dokumen Pengadaan ini dan mendahului Dokumen Seleksi.






Pedoman Panitia ini bukan merupakan bagian apa pun dari Dokumen Pengadaan. Pedoman Panitia ini hanya merupakan alat bantu bagi Panitia/Pejabat Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan untuk menyiapkan Dokumen Pengadaan paket pekerjaan/pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya/jasa konsultansi. Pedoman Panitia ini harus dibaca bersamaan dengan Model Dokumen Pengadaan Nasional pada saat penyusunan Dokumen Pengadaan.

Pedoman Panitia ini tidak menjelaskan secara rinci dan menyeluruh semua rumusan syarat dan ketentuan dalam Dokumen Pengadaan. Pedoman Panitia ini hanya menyediakan penjelasan tambahan tentang bagian-bagian tertentu dalam Dokumen Pengadaan.

Daftar Isi


BAB I. STRUKTUR DOKUMEN PENGADAAN 11
BAGAN I-1.a: SUSUNAN DOKUMEN PEMILIHAN BARANG/JASA PEMBORONGAN/
JASA LAINNYA DENGAN PASCAKUALIFIKASI........................................15
BAGAN I-1.b: SUSUNAN DOKUMEN PRAKUALIFIKASI BARANG/JASA
PEMBORONGAN/JASA LAINNYA 17
BAGAN I-2.a: SUSUNAN DOKUMEN PRAKUALIFIKASI JASA KONSULTANSI 19
BAGAN I-2.b: SUSUNAN DOKUMEN SELEKSI JASA KONSULTANSI 21



LAMPIRAN

A.1 GAMBARAN UMUM PROSES PENGADAAN BARANG/JASA PEMBORONGAN/JASA LAINNYA 25
BAGAN ALUR I-1(a) - PROSES PENGADAAN (DENGAN PRAKUALIFIKASI) 27
BAGAN ALUR I-1(b) - PROSES PRAKUALIFIKASI 29
BAGAN ALUR I-2 - PROSES PENGADAAN (DENGAN PASCAKUALIFIKASI) 31
BAGAN ALUR II-1 - PROSES PEMBUKAAN PENAWARAN 33
BAGAN ALUR II-2 - PROSES EVALUASI PENAWARAN 35
BAGAN ALUR II-3 - PROSES PENUNJUKAN PENYEDIA BARANG/JASA 37
BAGAN ALUR III-1 - PROSES KONTRAK BARANG 39
BAGAN ALUR III-2 - PROSES KONTRAK JASA PEMBORONGAN 41
BAGAN ALUR III-3 - PROSES KONTRAK JASA LAINNYA 43

A.2 GAMBARAN UMUM PROSES PENGADAAN JASA KONSULTANSI 45
BAGAN ALUR I-1(a) - PROSES PENGADAAN (DENGAN PRAKUALIFIKASI) 47
BAGAN ALUR I-1(b) - PROSES PRAKUALIFIKASI 49
BAGAN ALUR II-1 - PROSES PEMBUKAAN SAMPUL I 51
BAGAN ALUR II-2 - PROSES EVALUASI SAMPUL I 53
BAGAN ALUR II-3 - PROSES PEMBUKAAN DAN EVALUASI SAMPUL II 55
BAGAN ALUR II-4 - PROSES PENUNJUKAN PENYEDIA JASA KONSULTANSI 57
BAGAN ALUR III - PROSES KONTRAK JASA KONSULTANSI 59


A.3 INCOTERMS............................................................................................................61

































Bab I. Struktur Dokumen Pengadaan



Keterangan


Susunan, kelengkapan dan peristilahan dalam Model Dokumen Pengadaan Nasional dibuat berdasarkan petunjuk yang diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 Lampiran I Bab I huruf F tentang Penyusunan Dokumen Pengadan Barang/Jasa. Dalam Bab ini, struktur Dokumen Pengadaan dijelaskan melalui bagan-bagan dalam 2 (dua) subbab, yaitu subbab I-1 tentang struktur Dokumen Pengadaan Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya, dan subbab I-2 tentang struktur Dokumen Pengadaan Jasa Konsultansi.
Tiap Dokumen Pengadaan secara umum terdiri dari materi kualifikasi dan Dokumen Pemilihan (untuk barang/jasa pemborongan/jasa lainnya) / Dokumen Seleksi (untuk jasa konsultansi). Materi kualifikasi secara umum memuat syarat dan ketentuan mengenai penyiapan formulir kualifikasi oleh peserta pengadaan dan bagaimana formulir tersebut dievaluasi oleh Panitia/Pejabat Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan sehingga kemudian dapat ditetapkan penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan administrasi serta kemampuan teknis dan finansial yang layak untuk berkompetisi dalam tahapan pemilihan/seleksi. Jika penilaian kualifikasi peserta pengadaan dilakukan di awal proses pemilihan (”prakualifikasi”) maka materi kualifikasi disiapkan terpisah dari Dokumen Pemilihan dan disebut sebagai Dokumen Prakualifikasi. Jika penilaian kualifikasi peserta pengadaan dilakukan bersamaan dengan proses pemilihan (”pascakualifikasi”) maka materi kualifikasi telah dicantumkan dalam Dokumen Pemilihan, dan oleh karena itu tidak perlu menyertakan Dokumen Prakualifikasi. Adapun Dokumen Pemilihan/Dokumen Seleksi secara umum memuat syarat dan ketentuan mengenai penyiapan Dokumen Penawaran oleh peserta pengadaan dan bagaimana Dokumen Penawaran tersebut dievaluasi oleh Panitia/Pejabat Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan sehingga kemudian dapat dipilih atau diseleksi penyedia barang/jasa pemenang pengadaan.
Jenis-jenis dokumen yang menjadi bagian dari Dokumen Prakualifkasi diatur dalam Klausul 7 Instruksi kepada Peserta Prakualifikasi (IKPPra). Jenis-jenis dokumen yang menjadi bagian dari Dokumen Pemilihan/Dokumen Seleksi diatur dalam Klausul 8 Instruksi kepada Peserta Pengadaan (IKPP) atau Klausul 7 Rencana Kerja dan Syarat (RKS).
Kedua macam dokumen, yaitu Dokumen Prakualifikasi dan Dokumen Pemilihan/Dokumen Seleksi (jika pemilihan dengan prakualifikasi) atau Dokumen Pemilihan saja (jika pemilihan dengan pascakualifikasi) adalah dokumen pelaksanaan pemilihan yang harus dilengkapi oleh Panitia/Pejabat Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan untuk diberikan kepada para peserta pengadaan sebagai acuan dalam menyiapkan Dokumen Penawaran. Model Dokumen Pengadaan ini disusun dengan memaketkan keseluruhan dokumen berdasarkan proses pemilihan yang digunakan, yaitu ”Dokumen Pengadaan dengan Prakualifikasi” atau ”Dokumen Pengadaan dengan Pascakualifikasi”. Dengan teknik penyusunan tersebut di atas diharapkan Panitia/Pejabat Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan dapat langsung dan dengan mudah menjalankan proses pemilihan tanpa harus memilah dan memilih ketentuan-ketentuan yang relevan atau berlaku agar sesuai dengan macam penilaian kualifikasi yang digunakan.

Yang dimaksud dengan Barang dalam Model Dokumen Pengadaan ini adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian, yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi/peralatan, yang spesifikasinya ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen sesuai dengan penugasan Kuasa Pengguna Anggaran.
Jasa Pemborongan dalam Model Dokumen Pengadaan ini adalah layanan pekerjaan pelaksanaan konstruksi atau wujud fisik lainnya yang perencanaan teknis dan spesifikasinya, proses dan pelaksanaannya ditetapkan/diawasi oleh instansi pemerintah pengguna jasa. Sesuai dengan pengertian jasa pemborongan berdasarkan Pasal 1 angka 12 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 sebagaimana dikutip di atas, Model Dokumen Pengadaan Jasa Pemborongan ini dapat digunakan untuk jasa Pemborongan Konstruksi (works), dan Jasa Pemborongan Non-Konstruksi. Jasa Pemborongan Konstruksi merupakan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang meliputi pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan yang hasil pekerjaannya dapat berupa bangunan atau bentuk fisik lain, yaitu tata ruang dalam (interior design), tata ruang luar (exterior design), penghancuran bangunan (demolition) dan pemeliharaan. Jasa Pemborongan Non-Konstruksi merupakan jasa pelaksanaan pekerjaan yang hasil pekerjaannya berupa wujud fisik yang tidak bersifat bangunan atau bentuk fisik lain dalam pengertian jasa pemborongan konstruksi, serta tidak termasuk dalam kategori jasa lainnya yang tercantum dalam Model Dokumen Pengadaan Jasa Lainnya.
Jasa Konsultansi dalam Model Dokumen Pengadaan ini adalah layanan jasa keahlian profesional dalam berbagai bidang dalam rangka mencapai sasaran tertentu yang keluarannya berbentuk piranti lunak yang disusun secara sistematis berdasarkan kerangka acuan kerja yang ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen sesuai dengan penugasan Kuasa Pengguna Anggaran. Sesuai dengan pengertian jasa konsultansi berdasarkan Pasal 1 angka 12 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 sebagaimana dikutip di atas, Model Dokumen Pengadaan Jasa Konsultansi ini dapat digunakan pula untuk Jasa Konsultansi perencanaan dan pengawasan konstruksi.
Jasa Lainnya dalam Model Dokumen Pengadaan ini adalah segala pekerjaan dan/atau penyediaan jasa selain jasa konsultansi, jasa pemborongan, dan pemasokan barang. Jasa Lainnya meliputi antara lain:
- percetakan dan penjilidan (printing and binding);
- pemeliharaan/perbaikan alat/peralatan kantor (maintenance/repair of office equipment);
- pemeliharaan/perbaikan alat/peralatan angkutan darat/laut/udara (maintenance/repair of land/sea/air transport equipment);
- pemeliharaan/perbaikan pustaka/barang-barang awetan/fauna/dan lain-lain (maintenance/repair of library, preserved itmes, fauna, et cetera);
- pembersihan, pest-control, termite-control, dan fumigasi (cleaning, pest control, termite control and fumigation);
- pengepakan, pengangkutan, pengurusan dan penyampaian barang melalui darat/laut/udara (packing, transportation, and courier services);
- penjahitan/konveksi (convection);
- jasa boga (catering);
- jasa importir/eksportir (importation/exportation formalities);
- perawatan komputer, alat/peralatan elektronik/telekomunikasi (maintenance/repair of computers, electronics/telecommunication equipment);
- iklan/reklame/film/pemotretan (advertising/film/photography);
- jasa penulisan dan penerjemahan (writing and translation);
- penyedia tenaga kerja (labour supply);
- penyewaan alat angkutan darat/laut/udara (rental/lease of transport vehicles);
- penyewaan peralatan kerja/produksi/konstruksi (rental/lease of tools and production/construction equipment);
- jasa penyelaman/pekerjaan bawah air (diving and underwater services);
- jasa perbankan/asuransi (insurance and banking);
- pengadaan/pembebasan tanah (land procurement and formalities);
- akomodasi dan jasa perjalanan (accommodation and travel);
- jasa pembuatan aplikasi komputer (customized computer program application).






















































































Bagan I-1.a
Susunan Dokumen Pemilihan
Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya dengan Pascakualifikasi
















































Bagan I-1.b
Susunan Dokumen Prakualifikasi
Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya












































Bagan I-2.a
Susunan Dokumen Prakualifikasi
Jasa Konsultansi


















































Bagan I-2.b
Susunan Dokumen Seleksi
Jasa Konsultansi









































































L A M P I R A N




































































A.1 Gambaran Umum Proses Pengadaan
Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya



Keterangan

Berikut adalah gambaran umum proses pengadaan yang biasa dilakukan pada pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya. Bagan alur ini disediakan sebagai alat bantu yang memudahkan Panitia/Pejabat Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan memahami tahapan dan rangkaian proses pemilihan penyedia barang/jasa.









































Bagan Alur I-1(a) - Proses Pengadaan (dengan Prakualifikasi)








































Bagan Alur I-1(b) - Proses Prakualifikasi












































Bagan Alur I-2 - Proses Pengadaan (dengan Pascakualifikasi)








































Bagan Alur II-1 - Proses Pembukaan Penawaran









































Bagan Alur II-2 - Proses Evaluasi Penawaran









































Bagan Alur II-3 - Proses Penunjukan Penyedia Barang/Jasa








































Bagan Alur III-1 - Proses Kontrak Barang








































Bagan Alur III-2 - Proses Kontrak Jasa Pemborongan









































Bagan Alur III-3 - Proses Kontrak Jasa Lainnya


































A.2 Gambaran Umum Proses Pengadaan
Jasa Konsultansi



Keterangan

Berikut adalah gambaran umum yang biasa dilakukan pada proses seleksi jasa konsultansi. Bagan alur ini disediakan sebagai alat bantu yang memudahkan Panitia/Pejabat Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan memahami tahapan dan rangkaian proses pengadaan penyedia jasa konsultansi.









































Bagan Alur I-1(a) - Proses Pengadaan (dengan Prakualifikasi)









































Bagan Alur I-1(b) - Proses Prakualifikasi











































Bagan Alur II-1 - Proses Pembukaan Sampul I










































Bagan Alur II-2 - Proses Evaluasi Sampul I








































Bagan Alur II-3 - Proses Pembukaan dan Evaluasi Sampul II








































Bagan Alur II-4 - Proses Penunjukan Penyedia Jasa Konsultansi







































Bagan Alur III - Proses Kontrak Jasa Konsultansi



































A.3 INCOTERMS

Penggunaan Istilah Pengiriman

Dalam Klausul 14.1 (a) (1) dan 14 (b) (1) mengenai Harga Penawaran Lembar Data Pengadaan khusus untuk Pengadaan Barang dicantumkan penggunaan istilah pengiriman (delivery terms/trade terms) yang didasarkan kepada asal barang. Jika barang merupakan produksi dalam negeri maka kategori istilah pengiriman yang digunakan adalah EXW (ex works) dengan 3 (tiga) alternatif tempat pengiriman: eks pabrik / eks gudang / di lapangan (on stock). Jika barang merupakan barang impor maka kategori istilah pengiriman yang digunakan adalah salah satu, yaitu FOB (free on board) atau CIF (cost, insurance and freight). Penggunaan istilah pengiriman ini sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 Lampiran I Bab I huruf F.1.f.6) (Keppres 80/2003).

Istilah-istilah pengiriman tersebut di atas tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (KUHPerdata), dan substansi yang terkandung dalam istilah-istilah pengiriman tersebut sebagaimana diuraikan di bawah berbeda dengan pengaturan perihal yang sama dalam KUHPerdata. Selain itu, istilah-istilah pengiriman ini seringkali dipahami secara berbeda oleh komunitas internasional atau antara praktik perdagangan satu negara dengan negara lainnya. Perbedaan pemahaman yang berbeda ini dapat menyebabkan sengketa hukum yang serius khususnya jika transaksi pengadaan barang merupakan transaksi lintas Negara (impor/ekspor). Oleh karena itu, untuk meminimalisasi kesalahpahaman di antara pihak yang berkontrak maka diperlukan kejelasan dan keseragaman aturan perdagangan mengenai istilah-istilah pengiriman. Untuk mengantisipasi hal ini, International Chamber of Commerce, yang merupakan organisasi internasional dengan keanggotaan yang mendunia dan salah satunya adalah perwakilan dagang Indonesia, telah menerbitkan satu aturan perdagangan mengenai istilah-istilah pengiriman yang disebut “Incoterms”. Incoterms diterbitkan pertama kali pada tahun 1936 dan telah mengalami revisi beberapa kali dengan edisi terakhir adalah Incoterms 2000. Penjelasan mengenai istilah-istilah pengiriman dalam kolom ini mengacu kepada Incoterms 2000.

Hal mendasar yang perlu mendapatkan perhatian sehubungan dengan penggunaan istilah pengiriman adalah kesalahpahaman yang sering dijumpai dalam praktik pengadaan barang atau kontrak jual beli mengenai implikasi istilah pengiriman yang digunakan. Kerap dipahami bahwa istilah pengiriman hanya berimplikasi terhadap aspek biaya dan transportasi barang. Hal ini tidak tepat karena istilah pengiriman mengatur juga mengenai batasan hak dan kewajiban masing-masing pihak pembeli dan penjual terkait dengan pengiriman (delivery) barang, asuransi, bea masuk, peralihan resiko atas barang dari penjual kepada pembeli dan hal-hal penting lainnya yang dijelaskan di bawah. Namun demikian, implikasi yang lebih luas ini tidak juga berarti bahwa istilah pengiriman dapat menggantikan peranan kontrak. Istilah-istilah pengiriman berdasarkan Incoterms 2000 mengatur hal-hal sebagai berikut yang telah disesuaikan dengan konteks penggunaan istilah pengiriman dalam Keppres 80/2003. Bagian dari pengaturan ini dapat disimpangi atau diatur secara lain oleh para pihak berdasarkan ketentuan lain yang disepakati dalam kontrak.

EXW
Ex Works (eks pabrik / eks gudang /di lapangan (on site stock)
________________________________________

Istilah EXW merupakan istilah pengiriman yang memuat kewajiban penjual yang paling sedikit, dan membebankan semua biaya serta resiko kepada pembeli dalam hal pengambilan barang dari tempat penjual (pabrik/gudang/di lapangan).

Jika para pihak menghendaki penjual untuk bertanggung jawab terhadap pemuatan barang dan biaya serta resiko terkait pada saat barang dipindahkan ke moda transportasi pembeli di tempat penjual maka hal ini harus dinyatakan secara tegas dan tertulis dalam kontrak.

EXW
Ex Works
A. Kewajiban-Kewajiban Penjual B. Kewajiban-Kewajiban Pembeli
A1 Kesesuaian barang dengan persyaratan kontrak
Penjual harus menyediakan barang dan tagihan atau pesan elektronis yang sepadan sesuai dengan kontrak, dan bukti kesesuaian lainnya yang mungkin disyaratkan dalam kontrak. B1 Pembayaran
Pembeli harus membayar harga yang tercantum dalam kontrak.
A2 Kontrak pengangkutan dan asuransi
a) Kontrak pengangkutan
Tidak ada kewajiban

b) Kontrak asuransi
Tidak ada kewajiban B2 Kontrak pengangkutan dan asuransi
a) Kontrak pengangkutan
Tidak ada kewajiban

b) Kontrak asuransi
Tidak ada kewajiban
A3 Pengiriman (Penempatan)
Penjual harus menempatkan barang (tanpa memuatnya ke moda transportasi pembeli) untuk dapat diambil oleh pembeli pada tempat pengiriman, dan pada waktu atau dalam kurun waktu yang tercantum dalam kontrak. Jika waktu pengiriman tidak diatur maka pengiriman (dalam hal ini penempatan barang) dilakukan berdasarkan waktu pengiriman yang biasa untuk para pihak. Jika lokasi tertentu dalam tempat pengiriman tidak tercantum dalam kontrak, dan pada kenyataannya terdapat lebih dari satu lokasi pada tempat yang sama maka penjual dapat memilih lokasi pada tempat pengiriman yang paling sesuai untuk memenuhi kewajiban pengiriman barang. B3 Pengambilan
Pembeli harus mengambil barang yang telah ditempatkan sesuai dengan A3 dan A6/B6.
A4 Peralihan resiko
Penjual harus (dengan memperhatikan ketentuan B4) menanggung semua resiko kehilangan atau kerusakan terhadap barang sampai dengan waktu pengiriman dalam A3. B4 Peralihan resiko
Pembeli harus menanggung semua resiko kehilangan atau kerusakan terhadap barang:
• sejak barang dikirimkan sesuai dengan A3; dan
• sejak waktu yang disepakati atau batas akhir dari kurun waktu yang ditetapkan untuk pengambilan, jika pembeli lalai untuk menyampaikan pemberitahuan berdasarkan B6 dengan syarat barang tersebut telah siap untuk diambil.
A5 Pembagian biaya
Penjual harus (dengan memperhatikan ketentuan B5) membayar semua biaya yang berhubungan dengan barang sampai barang dikirmkan (ditempatkan) sesuai dengan A3. B5 Pembagian biaya
Pembeli harus membayar:
• semua biaya yang berhubungan dengan barang sejak pengiriman berdasarkan A3; dan
• setiap biaya tambahan yang dikeluarkan atas kegagalan pengambilan, atau kelalaian menyampaikan pemberitahuan sesuai dengan B6, dengan syarat barang tersebut telah siap untuk diambil.
A6 Pemberitahuan kepada pembeli
Penjual harus menyampaikan pemberitahuan yang memadai kepada pembeli mengenai kapan dan di mana barang siap untuk diambil oleh pembeli. B6 Pemberitahuan kepada penjual
Jika pembeli diberikan hak untuk menentukan tanggal dalam tenggang waktu pengambilan yang telah disepakati dan/atau menentukan tempat pengambilan maka pembeli harus menyampaikan pemberitahuan yang memadai mengenai hal tersebut kepada penjual.
A7 Bukti pengiriman, dokumen transportasi atau pesan elektronis yang sepadan
Tidak ada kewajiban. B7 Bukti pengiriman, dokumen transportasi atau pesan elektronis yang sepadan
Pembeli harus menyediakan bukti pengambilan barang yang memadai untuk penjual.
A8 Pemeriksaan –pengepakan - penandaan
Penjual harus membayar semua biaya untuk pemeriksaan (seperti pemeriksaan mutu, pengukuran dan penghitungan) yang diperlukan dalam penempatkan barang untuk diambil oleh pembeli.

Penjual atas biaya sendiri harus mengepak barang untuk keperluan transportasi barang tersebut jika hal-hal yang terkait dengan transportasi (misalnya moda atau tujuan transportasi) telah diketahui lebih dahulu oleh penjual dalam kontrak. Persyaratan pengepakan ini dikecualikan jika merupakan kelaziman dalam kegiatan perdagangan tertentu untuk menempatkan barang yang diperjanjikan tanpa dipak. Pengepakan harus disertai tanda yang memadai untuk keperluan pengambilan barang oleh pembeli. B8 Inspeksi barang
Pembeli harus membayar biaya untuk melakukan inspeksi pabrikasi.
A9 Kewajiban lainnya
Jika diminta oleh pembeli, penjual harus memberikan informasi yang diperlukan oleh pembeli untuk menutup asuransi. B9 Kewajiban lainnya
Tidak ada kewajiban.













FOB
Free on Board (pelabuhan pengiriman …)
________________________________________

“Free on Board” berarti penjual telah mengirimkan barang ketika barang tersebut telah dinaikkan ke atas kapal (pass the ship’s rail) di pelabuhan pengiriman. Istilah ini sebaliknya berarti pembeli harus menanggung semua biaya dan resiko kehilangan atau kerusakan terhadap barang sejak titik pengiriman tersebut. Istilah FOB mensyaratkan penjual untuk melakukan custom clearance barang agar dapat diekspor dari pelabuhan pengiriman di luar negeri. Istilah ini hanya dapat dipergunakan jika barang diangkut melalui laut.

FOB
Free on Board
A. Kewajiban-Kewajiban Penjual B. Kewajiban-Kewajiban Pembeli
A1 Kesesuaian barang dengan persyaratan kontrak
Penjual harus menyediakan barang dan tagihan atau pesan elektronis yang sepadan sesuai dengan kontrak, dan bukti kesesuaian lainnya yang mungkin disyaratkan dalam kontrak. B1 Pembayaran
Pembeli harus membayar harga yang tercantum dalam kontrak.
A2 Perizinan
Penjual atas tanggungannya sendiri harus mendapatkan izin ekspor atau izin resmi lainnya dan menyelesaikan (jika ada) semua formalitas pabean yang diperlukan untuk mengekspor barang. B2 Perizinan
Pembeli atas tanggungannya sendiri harus mendapatkan izin impor atau izin resmi lainnya dan menyelesaikan (jika ada) semua formalitas pabean yang diperlukan untuk mengimpor barang.
A3 Kontrak pengangkutan dan asuransi
a) Kontrak pengangkutan
Tidak ada kewajiban




b) Kontrak asuransi
Tidak ada kewajiban B3 Kontrak pengangkutan dan asuransi
a) Kontrak pengangkutan
Pembeli atas tanggungannya sendiri harus menutup kontrak pengangkutan barang dari pelabuhan pengiriman yang tercantum dalam kontrak.

b) Kontrak asuransi
Tidak ada kewajiban
A4 Pengiriman
Penjual harus mengirimkan barang pada waktu atau dalam kurun waktu yang disepakati ke pelabuhan pengiriman yang tercantum dalam kontrak, dan menangani pemindahan barang ke atas kapal yang ditunjuk
oleh pembeli sesuai dengan kebiasaan pelabuhan setempat. B4 Pengambilan
Pembeli harus mengambil barang yang telah dkirimkan sesuai dengan A4.
A5 Peralihan resiko
Penjual harus (dengan memperhatikan ketentuan B5) menanggung semua resiko kehilangan atau kerusakan terhadap barang sampai dengan waktu barang tersebut telah dinaikkan ke atas kapal (passed the ship’s rail) di pelabuhan pengiriman yang tercantum dalam kontrak. B5 Peralihan resiko
Pembeli harus menanggung semua resiko kehilangan atau kerusakan terhadap barang:
• sejak barang tersebut telah dinaikkan ke atas kapal (passed the ship’s rail) di pelabuhan pengiriman yang tercantum dalam kontrak; dan
• sejak waktu yang disepakati atau batas akhir dari kurun waktu yang ditetapkan untuk pengambilan, jika pembeli lalai untuk menyampaikan pemberitahuan berdasarkan B7 atau jika kapal yang ditunjuk oleh pembeli terlambat tiba atau tidak dapat memuat barang atau menutup kargo lebih dahulu dari waktu yang tercantum dalam pemberitahuan B7 dengan syarat barang tersebut telah siap untuk diambil.
A6 Pembagian biaya
Penjual harus (dengan memperhatikan ketentuan B6) membayar:
• semua biaya yang berhubungan dengan barang sampai barang telah dinaikkan ke atas kapal (passed the ship’s rail) di pelabuhan pengiriman yang tercantum dalam kontrak; dan
• (jika ada) biaya formalitas pabean yang diperlukan untuk ekspor serta semua bea ekspor, pajak atau pungutan lainnya yang jatuh tempo pada saat ekspor. B6 Pembagian biaya
Pembeli harus membayar:
• sejak barang tersebut telah dinaikkan ke atas kapal (passed the ship’s rail) di pelabuhan pengiriman yang tercantum dalam kontrak; dan
• setiap biaya tambahan yang dikeluarkan atas keterlambatan kapal yang ditunjuk oleh pembeli atau kegagalannya untuk memuat barang, atau penutupan kargo kapal lebih dahulu dari waktu yang tercantum dalam pemberitahuan B7 dengan syarat barang tersebut telah siap untuk diambil; dan
• (jika ada) semua bea masuk, pajak atau pungutan lainnya yang disyaratkan untuk melakukan formalitas pabean yang jatuh tempo pada saat impor dan persinggahan barang di negara lain.
A7 Pemberitahuan kepada pembeli
Penjual harus menyampaikan pemberitahuan yang memadai kepada pembeli bahwa barang telah dikirimkan sesuai A4. B7 Pemberitahuan kepada penjual
Pembeli harus menyampaikan pemberitahuan yang memadai kepada penjual mengenai nama kapal pengangkut, lokasi pengangkutan dan waktu pengambilan.
A8 Bukti pengiriman, dokumen transportasi atau pesan elektronis yang sepadan
Penjual atas tanggungannya sendiri harus menyediakan bukti pengiriman yang lazim sesuai dengan A4 kepada pembeli.

Jika bukti yang tersebut di atas merupakan dokumen transportasi maka atas permintaan dan tanggungan pembeli, penjual harus dapat membantu upaya perolehan dokumen transportasi untuk kontrak pengangkutan (misalnya negotiable bill of lading, non-negotiable sea waybill, dokumen inland waterway atau transportasi multimoda).

Jika penjual dan pembeli telah setuju untuk berkomunikasi secara elektronis maka dokumen transportasi tersebut di atas dapat digantikan dengan pesan electronic data interchange (EDI) yang sepadan. B8 Bukti pengiriman, dokumen transportasi atau pesan elektronis yang sepadan
Pembeli harus menerima bukti pengiriman berdasarkan A8.
A9 Pemeriksaan –pengepakan - penandaan
Penjual harus membayar semua biaya untuk pemeriksaan (seperti pemeriksaan mutu, pengukuran dan penghitungan) yang diperlukan dalam pengiriman barang sesuai A4.

Penjual atas biaya sendiri harus mengepak barang untuk keperluan pengangkutan barang tersebut jika hal-hal yang terkait dengan pengangkutan (misalnya moda atau tujuan pengangkutan) telah diketahui lebih dahulu oleh penjual dalam kontrak. Persyaratan pengepakan ini dikecualikan jika merupakan kelaziman dalam kegiatan perdagangan tertentu untuk mengapalkan barang yang diperjanjikan tanpa dipak. Pengepakan harus disertai tanda yang memadai untuk keperluan pengambilan barang oleh pembeli. B9 Inspeksi barang
Pembeli harus membayar biaya untuk melakukan inspeksi pra-pengapalan kecuali jika inspeksi tersebut disyaratkan oleh otoritas di negara ekspor (pengiriman).
A10 Kewajiban lainnya
Atas permintaan dan tanggungan pembeli, penjual harus dapat membantu upaya perolehan dokumen apapun atau pesan elektronis yang sepadan (selain dari yang tercantum dalam A8) yang diterbitkan di negara pengiriman dan/atau asal jika pembeli mensyaratkan dokumen tersebut untuk ekspor dan/atau impor barang yang diperjanjikan, dan (jika diperlukan) untuk persinggahan barang tersebut di negara lain.

Jika diminta oleh pembeli, penjual harus memberikan informasi yang diperlukan oleh pembeli untuk menutup asuransi. B10 Kewajiban lainnya
Pembeli harus membayar semua biaya dan pungutan untuk perolehan dokumen atau pesan elektronis yang sepadan sebagaimana diatur dalam A10, dan mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual untuk membantu sesuai A10.










CIF
Cost Insurance and Freight (pelabuhan tujuan …)
________________________________________

“Cost Insurance and Freight” berarti penjual telah mengirimkan barang ketika barang tersebut telah dinaikkan ke atas kapal (pass the ship’s rail) di pelabuhan pengiriman.

Penjual harus membayar biaya dan pengangkutan yang diperlukan untuk membawa barang ke pelabuhan tujuan yang tercantum dalam kontrak TETAPI resiko kehilangan atau kerusakan terhadap barang dan setiap biaya tambahan yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah waktu pengiriman dialihkan dari penjual kepada pembeli. Dengan CIF penjual juga harus menyediakan asuransi untuk resiko kehilangan atau kerusakan terhadap barang selama pengangkutan di laut.

Oleh karena itu, penjual menutup kontrak asuransi dan membayar premi asuransi. Pembeli harus paham bahwa pengiriman secara CIF hanya mewajibkan penjual untuk memperoleh asuransi dengan perlindungan minimal. Jika pembeli ingin untuk mendapatkan perlindungan yang lebih besar maka pembeli harus bersepakat dengan penjual atau menyediakan sendiri asuransi tambahan.

Istilah CIF mensyaratkan penjual untuk melakukan custom clearance barang agar dapat diekspor dari pelabuhan pengiriman di luar negeri.

Istilah ini hanya dapat dipergunakan jika barang diangkut melalui laut.

CIF
Cost Insurance and Freight
A. Kewajiban-Kewajiban Penjual B. Kewajiban-Kewajiban Pembeli
A1 Kesesuaian barang dengan persyaratan kontrak
Penjual harus menyediakan barang dan tagihan atau pesan elektronis yang sepadan sesuai dengan kontrak, dan bukti kesesuaian lainnya yang mungkin disyaratkan dalam kontrak. B1 Pembayaran
Pembeli harus membayar harga yang tercantum dalam kontrak.
A2 Perizinan
Penjual atas tanggungannya sendiri harus mendapatkan izin ekspor atau izin resmi lainnya dan menyelesaikan (jika ada) semua formalitas pabean yang diperlukan untuk mengekspor barang. B2 Perizinan
Pembeli atas tanggungannya sendiri harus mendapatkan izin impor atau izin resmi lainnya dan menyelesaikan (jika ada) semua formalitas pabean yang diperlukan untuk mengimpor barang.
A3 Kontrak pengangkutan dan asuransi
a) Kontrak pengangkutan
Penjual atas tanggungannya sendiri harus menutup kontrak pengangkutan barang menuju pelabuhan tujuan melalui rute yang lazim dengan moda transportasi laut (termasuk inland waterway) yang biasa digunakan untuk mengangkut barang yang diperjanjian.

b) Kontrak asuransi
Penjual atas tanggungannya sendiri harus memperoleh asuransi kargo sebagaimana tercantum dalam kontrak yang memungkinkan pembeli atau pihak lainnya yang merupakan penerima manfaat asuransi atas barang untuk mengajukan klaim secara langsung kepada penanggung. Penjual harus menyerahkan polis asuransi atau bukti lain penutupan asuransi kepada pembeli.

Asuransi harus ditutup dengan penanggung atau perusahaan asuransi yang bonafid dan (kecuali diatur lain dalam kontrak pengadaan) sesuai dengan pertanggungan minimal dari Institute Cargo Clauses (Institute of London Underwriters) atau klausul serupa. Masa pertanggungan harus sesuai dengan B5 dan B4. Jika diminta oleh pembeli dan dimungkinkan untuk ditanggung oleh perusahaan asuransi, penjual atas tanggungan pembeli harus menyediakan pertanggungan atas perang, pemogokan, huru-hara dan kerusuhan sipil. Nilai pertanggungan minimal harus sama dengan nilai kontrak plus sepuluh persen (110%) dan ditutup dalam mata uang yang digunakan dalam kontrak. B3 Kontrak pengangkutan dan asuransi
a) Kontrak pengangkutan
Tidak ada kewajiban








b) Kontrak asuransi
Tidak ada kewajiban
A4 Pengiriman
Penjual harus mengirimkan barang yang siap di atas kapal pengangkut yang digunakan oleh penjual pada pelabuhan tujuan pada waktu atau dalam kurun waktu yang disepakati. B4 Pengambilan
Pembeli harus mengambil barang yang telah dkirimkan sesuai dengan A4 dan menerima barang tersebut dari kapal pengangkut di pelabuhan tujuan.
A5 Peralihan resiko
Penjual harus (dengan memperhatikan ketentuan B5) menanggung semua resiko kehilangan atau kerusakan terhadap barang sampai dengan waktu barang tersebut telah dinaikkan ke atas kapal (passed the ship’s rail) di pelabuhan pengiriman yang tercantum dalam kontrak. B5 Peralihan resiko
Pembeli harus menanggung semua resiko kehilangan atau kerusakan terhadap barang sejak barang tersebut telah dinaikkan ke atas kapal (passed the ship’s rail) di pelabuhan pengiriman.

Jika pembeli lalai untuk menyampaikan pemberitahuan berdasarkan B7 maka pembeli harus menanggung semua resiko kehilangan atau kerusakan terhadap barang sejak waktu yang disepakati atau batas akhir dari kurun waktu yang ditetapkan untuk pengapalan barang, dengan syarat barang tersebut telah siap untuk dikapalkan.
A6 Pembagian biaya
Penjual harus (dengan memperhatikan ketentuan B6) membayar:
• semua biaya yang berhubungan dengan barang sampai barang telah dikirimkan sesuai A4; dan
• pengangkutan dan semua biaya terkait lainnya dari A3 a), termasuk biaya pemuatan barang ke atas kapal; dan
• biaya penutupan asuransi sesuai A3 b); dan
• biaya pembongkaran barang pada tempat pembongkaran yang merupakan tanggungan penjual berdasarkan kontrak pengangkutan; dan
• (jika ada) biaya formalitas pabean yang diperlukan untuk ekspor serta semua bea ekspor, pajak atau pungutan lainnya yang jatuh tempo pada saat ekspor, dan persinggahan barang melalui negara lain jika semua beban ini merupakan tanggungan penjual berdasarkan kontrak pengangkutan. B6 Pembagian biaya
Pembeli harus (dengan memperhatikan ketentuan A3) membayar:
• semua biaya yang berhubungan dengan barang sejak barang tersebut telah dikirimkan sesuai A4; dan
• semua biaya dan pungutan yang berhubungan dengan barang selama masa persinggahan sampai dengan kedatangan di pelabuhan tujuan, kecuali biaya dan pungutan tersebut merupakan tanggungan penjual berdasarkan kontrak pengangkutan; dan
• biaya pembongkaran (termasuk biaya penggunaan alat pengangkut (lighterage) dan dermaga (wharfage), kecuali biaya dan pungutan tersebut merupakan tanggungan penjual berdasarkan kontrak pengangkutan; dan
• semua biaya tambahan akibat kelalaian pembeli untuk menyampaikan pemberitahuan berdasarkan B7 untuk barang sejak waktu yang disepakati atau batas akhir dari kurun waktu yang ditetapkan untuk pengapalan barang dengan syarat barang tersebut telah siap untuk dikapalkan; dan
• (jika ada) semua bea masuk, pajak atau pungutan lainnya yang disyaratkan untuk melakukan formalitas pabean yang jatuh tempo pada saat impor dan persinggahan barang di negara lain, kecuali biaya tersebut telah termasuk dalam biaya kontrak pengangkutan.
A7 Pemberitahuan kepada pembeli
Penjual harus menyampaikan pemberitahuan yang memadai kepada pembeli bahwa barang telah dikirimkan sesuai A4, dan pemberitahuan lainnya yang disyaratkan untuk memungkinkan pembeli mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mengambil barang. B7 Pemberitahuan kepada penjual
Jika pembeli diberikan hak untuk menentukan waktu pengapalan barang dan/atau pelabuhan tujuan maka pembeli harus menyampaikan pemberitahuan yang memadai mengenai hal tersebut kepada penjual.
A8 Bukti pengiriman, dokumen transportasi atau pesan elektronis yang sepadan
Penjual atas tanggungannya sendiri harus menyediakan pembeli secara tepat waktu dokumen transportasi yang lazim untuk pelabuhan tujuan.

Dokumen tersebut (misalnya negotiable bill of lading, non-negotiable sea waybill, dokumen inland waterway) harus: memuat barang-barang yang diperjanjikan, diberikan tanggal dalam kurun waktu yang disepakati untuk pengapalan, memungkinkan pembeli untuk mengajukan klaim atas barang dari pengangkut di pelabuhan tujuan, dan (kecuali diatur lain) memungkinkan pembeli untuk menjual barang selama masa persinggahan melalui pengalihan dokumen tersebut kepada pembeli selanjutnya (negotiable bill of lading) atau melalui pemberitahuan kepada pengangkut.

Jika dokumen transportasi tersebut diterbitkan dalam beberapa asli dokumen maka satu set dokumen asli harus ditunjukkan kepada pembeli.

Jika penjual dan pembeli telah setuju untuk berkomunikasi secara elektronis maka dokumen transportasi tersebut di atas dapat digantikan dengan pesan electronic data interchange (EDI) yang sepadan. B8 Bukti pengiriman, dokumen transportasi atau pesan elektronis yang sepadan
Pembeli harus menerima dokumen transportasi berdasarkan A8 jika sesuai dengan kontrak.
A9 Pemeriksaan –pengepakan - penandaan
Penjual harus membayar semua biaya untuk pemeriksaan (seperti pemeriksaan mutu, pengukuran dan penghitungan) yang diperlukan dalam pengiriman barang sesuai A4.

Penjual atas biaya sendiri harus mengepak barang untuk keperluan pengangkutan barang tersebut yang diatur oleh penjual. Persyaratan pengepakan ini dikecualikan jika merupakan kelaziman dalam kegiatan perdagangan tertentu untuk mengapalkan barang yang diperjanjikan tanpa dipak. Pengepakan harus disertai tanda yang memadai untuk keperluan pengambilan barang oleh pembeli. B9 Inspeksi barang
Pembeli harus membayar biaya untuk melakukan inspeksi pra-pengapalan kecuali jika inspeksi tersebut disyaratkan oleh otoritas di negara ekspor (pengiriman).
A10 Kewajiban lainnya
Atas permintaan dan tanggungan pembeli, penjual harus dapat membantu upaya perolehan dokumen apapun atau pesan elektronis yang sepadan (selain dari yang tercantum dalam A8) yang diterbitkan di negara pengiriman dan/atau asal jika pembeli mensyaratkan dokumen tersebut untuk impor barang yang diperjanjikan, dan (jika diperlukan) untuk persinggahan barang tersebut di negara lain.

Jika diminta oleh pembeli, penjual harus memberikan informasi yang diperlukan oleh pembeli untuk menutup asuransi. B10 Kewajiban lainnya
Pembeli harus membayar semua biaya dan pungutan untuk perolehan dokumen atau pesan elektronis yang sepadan sebagaimana diatur dalam A10, dan mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual untuk membantu sesuai A10.

Jumat, 17 September 2010

Kitab undang-undang Hukum Pidana ( KUHP)

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

BUKU KESATU

ATURAN UMUM

Bab I Batas-batas berlakunya aturan pidana dalam perundang-undangan
Bab II Pidana
Bab III Hal-hal yang menghapuskan, mengurangi, atau memberatkan pidana
Bab IV Percobaan
Bab V Penyertaan dalam tindak pidana
Bab VI Perbarengan tindak pidana
Bab VII Mengajukan dan menarik kembali pengaduan dalam hal kejahatan-kejahatan yang
hanya dituntut atas pengaduan
Bab VIII Hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana
Bab IX Arti beberapa istilah yang dipakai dalam Kitab Undang-Undang
Aturan Penutup


BAB I

BATAS-BATAS BERLAKUNYA ATURAN PIDANA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN

Pasal 1
(1) Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada
(2) Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.
Pasal 2
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan dangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.
Pasal 3
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.
Pasal 4
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:
1. salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107,108,dan 131
2. suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia.
3. pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu;
4. salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf I, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.
Pasal 5
(1) Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterspksn bsgi warga negara yang di luar Indonesia melakukan:
1. salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451.
2. salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.
(2) Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika tertuduh menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.
Pasal 6
Berlakunya pasal 5 ayat 1 butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak diancamkan pidana mati.
Pasal 7
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang di luar Indonesia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab XXVIII Buku Kedu
Pasal 8
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nahkoda dan penumpang perahu Indonesia, yang diluar Indonesia, sekalipun di luar perahu, melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab XXIX Buku Kedua, dan BAb IX Buku ketiga; begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia, maupun dalam Ordonansi Perkapalan.
Pasal 9
Diterapkannya pasal-pasal 2-5, 7, dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.


BAB II

PIDANA

Pasal 10
Pidana terdiri atas:
a. pidana pokok:
1. pidana mati;
2. pidana penjara;
3. pidana kurungan;
4. pidana denda;
5. pidana tutupan.
b. pidana tambahan
1. pencabutan hak-hak tertentu;
2. perampasan barang-barang tertentu;
3. pengumuman putusan hakim.

Pasal 11
Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.
Pasal Pasal 12
(1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.
(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.
(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan pasal 52.
(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.
Pasal 13
Para terpidana dijatuhi pidana penjara dibagi-bagi atas beberapa golongan
Pasal 14
Terpidana yang dijatuhkan pidana penjara wajib menjalankan segala pekerjaan yang dibebankan kepadanya berdasarkan ketentuan pelaksanaan pasal 29.
Pasal 14a
(1) Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusnya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudianhari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena si terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut diatas habis, atau karena si terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam perintah itu.
(2) Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam perkara-perkara yang mangenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan pula akan sangat memberatkan si terpidana . Dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhkan pidana denda, tidak diterapkan ketentuan pasal 30 ayat 2.
(3) Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan.
(4) Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan.
(5) Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan-keadaan yang menjadi alasan perintah itu.
Pasal 14b
(1) Masa percobaan bagi kejahatan dan pelanggaran dalam pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan 536 paling lama tiga tahun dan bagi pelanggaran lainnya paling lama dua tahun.
(2) Masa percobaan dimulai pada saat putusan telah menjadi tetap dan telah diberitahukan kepada terpidana menurut cara yang ditentukan dalam undang-undang.
(3) Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana ditahan secara sah.
Pasal 14c
(1) Dengan perintah yang dimaksud pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan pidana denda, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana tindak pidana , hakim dapat menerapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek daripada masa percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tadi.
(2) Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan atau pidana kurungan atas salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan 536, maka boleh diterapkan syarat-syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana yang harus dipenuhi selama masa percobaan atau selama sebagian dari masa percobaan.
(3) Syarat-syarat tersebut di atas tidak boleh mengurangi kemerdekaan beragama atau kemerdekaan berpolitik terpidana.
Pasal 14d
(1) Yang diserahi mengawasi supaya syarat-syarat dipenuhi, ialah pejabat yang berwenang menyuruh menjalankan putusan, jika kemidian ada perintah untuk menjalankan putusan.
(2) Jika ada alasan, hakim dapat perintah boleh mewajibkan lembaga yang berbentuk badan hukum dan berkedudukan di Indonesia, atau kepada pemimpin suatu rumah penampungan yang berkedudukan di situ, atau kepada pejabat tertentu, supaya memberi pertolongan atau bantuan kepada terpidana dalam memenuhi syarat-syarat khusus.
(3) Aturan-aturan lebih lanjut mengenai pengawasan dan bantuan tadi serta mengenai penunjukan lembaga dan pemimpin rumah penampungan yang dapat diserahi dengan bantuan itu, diatur dengan undang-undang.
Pasal 14e
Atas usul pejabat dalam pasal ayat 1, atau atas permintaan terpidana, hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama, selama masa percobaan, dapat mengubah syarat-syarat khusus dalam masa percobaan. Hakim juga boleh memerintahkan orang lain daripada orang yang diperintahkan semula, supaya memberi bantuan kepada terpidana dan juga boleh memperpanjang masa percobaan satu kali, paling banyak dengan separuh dari waktu yang paling lama dapat diterapkan untuk masa percobaan.
Pasal 14f
(1) Tanpa mengurangi ketentuan pasal diatas, maka ats usul pejabat tersebut dalam pasal 14d ayat 1, hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama dapat memerintahkan supaya pidananya dijalankan, atau memerintahkan supaya atas namanya diberi peringatan pada terpidana, yaitu jika terpidana selama masa percobaan melakukan tindak pidana dan karenanya ada pemidanaan yang menjadi tetap, atau jika salah satu syarat lainnya tidak dipenuhi, ataupun jika terpidana sebelum masa percobaan habis dijatuhi pemidanaan yang menjadi tetap, karena melakukan tindak pidana selama masa percobaan mulai berlaku. Ketika memberi peringatan, hakim harus menentukan juga cara bagaimana memberika peringatan itu.
(2) Setelah masa percobaan habis, perintah supaya pidana dijalankan tidak dapat diberikan lagi, kecuali jika sebelum masa percobaan habis, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana di dalam masa percobaan dan penuntutan itu kemudian berakhir dengan pemidanan yang memnjadi tetap. Dalam hal itu, dalam waktu dua bulan setelah pemidanaan menjadi tetap, hakim masih boleh memerintahkan supaya pidananya dijalankan, karena melakukan tindak pidana tadi.
Pasal 15
(1) Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, sekurang-kurangnya harus sembilan bulan, maka ia dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut-turut, pidana itu dianggap sebagai satu pidana.
(2) Ketika memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa percobaan, serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.
(3) Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada dalam tahanan yang sah, maka waktu itu tidak termasuk masa percobaan.
Pasal 15a
(1) Pelepasan bersyarat diberikan dengan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana dan perbuatan lain yang tidak baik.]
(2) Selain itu, juga boleh ditambahkan syarat-syarat khusus mengenai kelakuan terpidana, asal saja tidak mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berpolitik.
(3) Yang diserahi mengawasi supaya segala syarat dipenuhi ialah pejabat tersebut dalam pasal 14d ayat 1.
(4) Agar supaya syarat-syarat dipenuhi, dapat diadakan pengawasan khusus yang semata-mata harus bertujuan memberi bantuan kepada terpidana.
(5) Selama masa percobaan, syarat-syarat dapat diubah atau di hapus atau dapat diadakan syarat-syarat khusus baru; begitu juga dapat diadakan pengawasan khusus. Pengawasan khusus itu dapat diserahkan kepada orang lain daripada orang yang semula diserahi.
(6) Orang yang mendapat pelepasan bersyarat diberi surat pas yang memuat syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Jika hal-hal yang tersebut dalam ayat di atas dijalankan, maka orang itu diberi surat pas baru.
Pasal 15b
(1) Jika orang yang diberi pelepasan bersyarat selama masa percobaan melakukan hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya, maka pelepasan bersyarat dapat dicabut. Jika ada sangkaan keras bahwa hal-hal di atas dilakukan, Menteri Kehakiman dapat menghentikan pelepasan bersyarat tersebut untuk sementara waktu.
(2) Waktu selama terpidasna dilepaskan bersyarat sampai menjalani pidana lagi, tidak termasuk waktu pidananya.
(3) Jika tiga bulan setelah masa percobaan habis, pelepasan bersyarat tidak dapat dicabut kembali, kecuali jika sebelum waktu tiga bulan lewat, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana pada masa percobaan, dan tuntutan berakhir dengan putusan pidana yang menjadi tetap. Pelepasan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan setelah putusan menjadi tetap berdasarkan pertimbangan bahwa terpidana melakukan tindak pidana selama masa percobaan.
Pasal 16
(1) Ketentuan pelepasan bersyarat ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus penjara tempat terpidana, dan setelah mendapat keterangan dari jaksa tempat asal terpidana. Sebelum menentukan, harus ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat, yang tugasnya diatur oleh Menteri Kehakiman.
(2) Ketentuan mencabut pelepasan bersyarat, begitu juga hal-hal yang tersebut dalam pasal 15a ayat 5, ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari jaksa tempat asal terpidana. Sebelum memutus, harus ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat.
(3) Selama pelepasan masih dapat dicabut, maka atas perintah jaksa tempat dimana dia berada, orang yang dilapaskan bersyarat orang yang dilepaskan bersyarat dapat ditahan guna menjaga ketertiban umum, jika ada sangkaan yang beralasan bahwa orang itu selama masa percobaan telah berbuat hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya. Jaksa harus segera memberitahukan penahanan itu kepada Menteri Kehakiman.
(4) Waktu penahanan paling lama enam puluh ahri. Jika penahanan disusul dengan penghentian untuk sementara waktu atau pencabutan pelepasan bersyarat, maka orang itu dianggap meneruskan menjalani pidananya mulai dari tahanan.
Pasal 17
Contoh surat pas dan peraturan pelaksanaan pasal-pasal 15, 15a, dan 16 diatur dengan undang-undang.
Pasal 18
(1) Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun.
(2) Jika ada pidana yang disebabkan karena perbarengan atau pengulangan atau karena ketentuan pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan.
(3) Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan.
Pasal 19
(1) Orang yang dijatuhi pidana kurungan wajib menjalankan pekerjaan yang dibebankan kepadanya, sesuai dengan aturan-aturan pelaksanaan pasal 29.
(2) Ia diserahi pekerjaan yang lebih ringan daripada orang yang dijatuhi pidana penjara.
Pasal 20
(1) Hakim yang menjatuhkan pidana penjara atau pidana kurungan paling lama satu bulan, boleh menetapkan bahwa jaksa dapat mengizinkan terpidana bergerak dengan bebas di luar penjara sehabis waktu kerja.
(2) Jika terpidana yang mendapat kebebasan itu mendapat kebebasan itu tidak datang pada waktu dan tempat yang telah ditentukan untuk menjalani pekerjaan yang dibebankan kepadanya, maka ia harus menjalani pidananya seperti biasa kecuali kalau tidak datangnya itu bukan karena kehendak sendiri.
(3) Ketentuan dalam ayat 1 tidak diterapkan kepada terpidana karena terpidana jika pada waktu melakukan tindak pidana belum ada dua tahun sejak ia habis menjalani pidana penjara atau pidana kurungan.
Pasal 21
Pidana kurungan harus dijalani dalam daerah dimana si terpidana berdiam ketika putusan hakim dijalankan, atau jika tidak punya tempat kediaman, di dalam daerah dimana ia berada, kecuali kalau Menteri Kehakiman atas permintaannya terpidana membolehkan menjalani pidananya di daerah lain.
Pasal 22
(1) Terpidana yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di suatu tempat yang digunakan untuk menjalani pidana penjara, atau pidana kurungan, atau kedua-duanya, segera sehabis pidana habis hilang kemerdekaan itu selesai, kalau diminta, boleh menjalani kurungan di tempat itu juga.
(2) Pidana kurungan karena sebab di atas dijalani di tempat yang khusus untuk menjalani pidana penjara, tidak berubah sifatnya oleh karena itu.
Pasal 23
Orang yang dijatuhi pidana kurungan, dengan biaya sendiri boleh sekedar meringankan nasibnya menurut aturan-aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 24
Orang yang dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan boleh diwajibkan bekerja di dalam atau di luar tembok tempat orang-orang terpidana.
Pasal 25
Yang tidak boleh diserahi pekerjaan di luar tembok tempat tersebut ialah :
1. Orang-orang yang di jatuhi pidana penjara seumur hidup;
2. Para wanita;
3. Orang-orang yang menurut pemeriksaan dokter tidak boleh menjalankan pekerjaan demikian.
Pasal 26
Jikalau mengingat keadaan diri atau masyarakat terpidana, hakim menimbang ada alasan, maka dalam putusan ditentukan bahwa terpidana tidak boleh diwajibkan bekerja di luar tembok tempat orang-orang terpidana.
Pasal 27
Lamanya pidana penjara untuk waktu tertentu dan pidana kurungan dalam putusan hakim dinyatakan dengan hari, minggu, bulan, dan tahun; tidak boleh dengan pecahan.
Pasal 28
Pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanakan di satu tempat asal saja terpisah.
Pasal 29
(1) Hal menunjuk tempat untuk menjalani pidana penjara, pidana kurungan, atau kedua-duanya, begitu juga hal mengatur dan mengurus tempat-tempat itu, hal membedakan orang terpidana dalam golongan-golongan, hal mengatur pemberian pengajaran, penyelenggaraan ibadat, hal tata tertib, hal tempat untuk tidur, hal makanan, dan pakaian, semuanya itu diatur dengan undang-undang sesuai dengan kitab undang-undang sesuai dengan kitab undang-undang ini.
(2) Jika perlu, Menteri Kehakiman menetepkan aturan rumah tangga untuk tempat-tempat orang terpidana.
Pasal 30
(1) Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen.
(2) Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan.
(3) Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan.
(4) Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan pengganti ditetapkan demikian; jika pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh dua sen atau kurungan, di hitung satu hari; jika lebih dari lima rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen di hitung paling banyak satu hari demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen.
(5) Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan atau pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan pengganti paling lama delapan bulan.
(6) Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari delapan bulan.
Pasal 31
(1) Terpidana dapat menjalani pidana kurungan pengganti tanpa menunggu batas waktu pembayaran denda.
(2) Ia selalu berwenang membebaskan dirinya dari pidana kurungan pengganti dengan membayar dendanya.
(3) Pembayaran sebagian dari pidana denda, baik sebelum maupun sesudah mulai menjalani pidana kurungan yang seimbang dengan bagian yang dibayarnya.
Pasal 32
(1) Pidana penjara dan pidana kurungan mulai berlaku bagi terpidana yang sudah di dalam tahanan sementara, pada hari ketika putusan hakim menjadi tetap, dan bagi terpidana lainnya pada hari ketika putusan hakim mulai dijalankan.
(2) jika dalam putusan hakim dijatuhkan pidana penjara dan pidana kurungan atas beberapa perbuatan pidana, dan kemudian putusan itu bagi kedua pidana tadi menjadi tetap pada waktu yang sama, sedangkan terpidana sudah ada dalam tahanan sementara karena kedua atau salah satu perbuatan pidana itu, maka pidana penjara mulai berlaku pada saat ketika putusan hakim menjadi tetap, dan pidana kurungan mulai berlaku setelah pidana penjara habis.
Pasal 33
(1) Hakim dalam putusannya boleh menentukan bahwa waktu terpidana ada dalam tahanan sementara sebelum putusan menjadi tetap, seluruhnya atau sebagian di potong dari pidana penjara selama waktu tertentu dari pidana kurungan atau dari pidana denda yang dijatuhkan kepadanya; dalam hal pidana denda dengan memakai ukuran menurut pasal 31 ayat 3.
(2) Waktu selama seorang terdakwa dalam tahanan sementara yang tidak berdasarkan surat perintah, tidak dipotong dari pidananya, kecuali jika pemotongan itu dinyatakan khusus dalam putusan hakim.
(3) Ketentuan pasal ini berlaku juga dalam hal terdakwa oleh sebab dituntut bareng karena melakukan beberapa tindak pidana, kemudian dipidana karena perbuatan lain daripada yang didakwakan kepadanya waktu ditahan sementara.
Pasal 33a
Jika orang yang ditahan sementara di jatuhi pidana penjara atau pidana kurungan, dan kemudian dia sendiri atau orang lain dengan persetujuannya mengajukan permohonan ampun, waktu mulai permohonan diajukan hingga ada putusan Presiden, tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana, kecuali jika Presiden, dengan mengingat keadaan perkaranya, menentukan bahwa waktu itu seluruhnya atau sebagian dihitung sebagai waktu menjalani pidana.
Pasal 34
Jika terpidana selama menjalani pidana melarikan diri, maka waktu selama di luar tempat menjalani pidana tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana.
Pasal 35
(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah :
1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
2. hak memasuki Angkatan Bersenjata;
3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.
4. hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;
5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri;
6. hak menjalankan mata pencarian tertentu.
(2) Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan-aturan khusus di tentukan penguasa lain untuk pemecatan itu.
Pasal 36
Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu dan hak memasuki Angkatan Bersenjata, kecuali dalam hal yang diterangkan dalam Buku Kedua, dapat di cabut dalam hal pemidanaan karena kejahatan jabatan atau kejahatan yang melanggar kewajiban khusus sesuatu jabatan, atau karena memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan pada terpidana karena jabatannya.
Pasal 37
(1) Kekuasaan bapak, kekuasaan wali, wali pengawas, pengampu, dan pengampu pengawas, baik atas anak sendiri maupun atas orang lain, dapat dicabut dalam hal pemidanaan:
1. orang tua atau wali yang dengan sengaja melakukan kejahatan bersama-sama dengan anak yang belum dewasa yang ada di bawah kekuasaannya;
2. orang tua atau wali terhadap anak yang belum dewasa yang ada di bawah kekuasaannya, melakukan kejahatan, yang tersebut dalam bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX, dan XX Buku Kedua.
(2) Pencabutan tersebut dalam ayat 1 tidak boleh dilakukan oleh hakim pidana terhadap orang-orang yang baginya diterapkan undang-undang hukum perdata tentang pencabutan kekuasaan orang tua, kekuasaan wali dan kekuasaan pengampu.
Pasal 38
(1) Jika dilakukan pencabutan hak, hakim menentukan lamanya pencabutan sebagai berikut:
1. dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, lamanya pencabutan seumur hidup;
2. dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana kurungan, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokoknya;
3. dalam hal pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun.
(2) Pencabutan hak mulai berlaku pada hari putusan hakim dapat dijalankan.
Pasal 39
(1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas.
(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.
(3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.
Pasal 40
Jika seorang di bawah umur enam belas tahun mempunyai, memasukkan atau mengangkut barang-barang denga melanggar aturan-aturan mengenai pengawasan pelayaran di bagian-bagian Indonesia yang tertentu, atau aturan-aturan mengenai larangan memasukkan, mengeluarkan, dan meneruskan pengangkutan barang-barang, maka hakim dapat menjatuhkan pidana perampasan atas barang-barang itu, juga dalam hal yang bersalah diserahkan kembali kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya tanpa pidana apapun.
Pasal 41
(1) Perampasan atas barang-barang yang disita sebelumya, diganti menjadi pidana kurungan, apabila barang-barang itu tidak diserahkan, atau harganya menurut taksiran dalam putusan hakim, tidak di bayar.
(2) Pidana kurungan pengganti ini paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan.
(3) Lamanya pidana kurungan pengganti ini dalam putusan hakim ditentukan sebagai berikut : tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang di hitung satu hari; jika lebih dari tujuh rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen dihitung paling banyak satu hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen.
(4) Pasal 31 diterapkan bagi pidana kurungan pengganti ini.
(5) Jika barang-barang yang dirampas diserahkan, pidana kurungan pengganti ini juga di hapus.
Pasal 42
Segala biaya untuk pidana penjara dan pidana kurungan dipikul oleh negara, dan segala pendapatan dari pidana denda dan perampasan menjadi milik negara.
Pasal 43
Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan-aturan umum lainnya, maka ia harus menetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana.


BAB III

HAL-HAL YANG MENGHAPUSKAN, MENGURANGI ATAU MEMBERATKAN MEMBERATKAN PIDANA

Pasal 44
(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
(3) Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
Pasal 45
Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan:
memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 - 505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.
Pasal 46
(1)Jika hakim memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, maka ia dimasukkan dalam rumah pendidikan negara supaya menerima pendidikan dari pemerintah atau di kemudian hari dengan cara lain, atau diserahkan kepada seorang tertentu yang bertempat tinggal di Indonesia atau kepada sesuatu badan hukum, yayasan atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia untuk menyelenggarakan pendidikannya, atau di kemudian hari, atas tanggungan pemerintah, dengan cara lain; dalam kedua hal di atas, paling lama sampai orang yang bersalah itu mencapai umur delapan belas tahun.
(2) Aturan untuk melaksanakan ayat 1 pasal ini ditetapkan dengan undang-undang.


BAB IV

PERCOBAAN

Pasal 53
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.


BAB V

PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA

Pasal 55
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan.
Pasal 57
(1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.
(2) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(3) Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.
(4) Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 58
Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan pribadi seseorang, yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pengenaan pidana, hanya diperhitungkan terhadap pembuat atau pembantu yang bersangkutan itu sendiri.
Pasal 59
Dalam hal-hal di mana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota-anggota badan pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus, anggota badan pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tidak dipidana.
Pasal 60
Membantu melakukan pelangaran tidak dipidana.
Pasal 61
(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, penertiban selaku demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan tempat tinggalnya, sedangkan pembuatnya dikenal, atau setelah dimulai penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu diberitahukan kepada penerbit.
(2) Aturan ini tidak berlaku jika pelaku pada saat barang cetakkan terbit, tidak dapat dituntut atau sudah menetap di luar Indonesia.
Pasal 62
(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, pencetaknya selaku demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan tempat tinggalnya, sedangkan orang yang menyuruh mencetak dikenal, atau setelah dimulai penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu diberitahukan oleh pencetak.
(2) Aturan ini tidak berlaku, jika orang yang menyuruh mencetak pada saat barang cetakkan terbit, tidak dapat dituntut sudah menetap di luar Indonesia.


BAB VI

PERBARENGAN TINDAK PIDANA

Pasal 63
(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
Pasal 64
(1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang dinyatakan bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak itu.
(3) Akan tetapi, jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut dalam pasal-pasal 364, 373, 379, dan 407 ayat 1, sebagai perbuatan berlanjut dan nilai kerugian yang ditimbulkan jumlahnya melebihi dari tiga ratus tujuh puluh lima rupiah, maka ia dikenakan aturan pidana tersebut dalam pasal 362, 372, 378, dan 406.
Pasal 65
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang trerberat ditambah sepertiga.
Pasal 66
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.
(2) Pidana denda adalah hal itu dihitung menurut lamanya maksimum pidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.
Pasal 67
Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan pengumuman putusan hakim.
Pasal 68
(1) Berdasarkan hal-hal dalam pasal 65 dan 66, tentang pidana tambahan berlaku aturan sebagai berikut:
1. pidana-pidana pencabutan hak yang sama dijadikan satu, yang lamanya paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun melebihi pidana pokok atau pidana-pidana pokok yang dijatuhkan. Jika pidana pokok hanya pidana denda saja, maka lamanya pencabutan hak paling sedikit dua tahun dan paling lama lima tahun;
2. pidana-pidana pencabutan hak yang berlainan dijatuhkan sendiri-sendiri tanpa dikurangi;
3. pidana-pidana perampasan barang-barang tertentu, begitu pula halnya dengan pidana kurungan pengganti karena barang-barang tidak diserahkan, dijatuhkan sendiri-sendiri tanpa dikurangi.
(2) pidana kurungan-kurungan pengganti jumlahnya tidak boleh melebihi delapan bulan.
Pasal 69
(1) Perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urut-urutan dalam pasal 10.
(2) Jika hakim memilih antara beberapa pidana pokok, maka dalam perbandingan hanya terberatlah yang dipakai.
(3) Perbandingan beratnya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut maksimumnya masing-masing.
(4) Perbandingan lamanya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut maksimumnya masing-masing.
Pasal 70
(1) Jika ada perbarengan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 65 dan 66, baik perbarengan pelanggaran dengan kejahatan, maupun pelanggaran dengan pelanggaran, maka untuk tiap-tiap pelanggaran dijatuhkan pidana sendiri-sendiri tanpa dikurangi.
(2) Mengenai pelanggaran, jumlah lamanya pidana kurungan dan pidana kurungan pengganti paling banyak satu tahun empat bulan, sedangkan jumlah lamanya pidana kurungan pengganti, paling banyak delapan bulan.
Pasal 70 bis
Ketika menerapkan pasal-pasal 65, 66, dan 70, kejahatan-kejahatan berdasarkan pasal-pasal 302 ayat 1, 352, 364, 373,379, dan 482 dianggap sebagai pelanggaran, dengan pengertian jika dijatuhkan pidana-pidana penjara atas kejahatan-kejahatan itu, jumlah paling banyak delapan bulan.
Pasal 71
Jika seseorang telah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah lagi karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan dalam bab ini mengenai hal perkara-perkara diadili pada saat yang sama.


BAB VII

MENGAJUKAN DAN MENARIK KEMBALI PENGADUAN DALAM HAL KEJAHATAN-KEJAHATAN YANG HANYA DITUNTUT ATAS PENGADUAN

Pasal 72
(1) Selama orang yang terkena kejahatan yang hanya boleh dituntut atas pengaduan, dan orang itu umurnya belum cukup enam belas tahun dan lagi belum dewasa, atau selama ia berada di bawah pengampuan yang disebabkan oleh hal lain daripada keborosan, maka wakilnya yang sah dalam perkara perdata yang berhak mengadu;
(2) Jika tidak ada wakil, atau wakil itu sendiri yang harus diadukan, maka penuntutan dilakukan atas pengaduan wali pengawas atau pengampu pengawas, atau majelis yang menjadi wali pengawas atau pengampu pengawas; juga mungkin atas pengaduan istrinya atau seorang keluarga sedarah dalam garis lurus, atau jika itu tidak ada, atas pengaduan seorang keluarga sedarah dalam garis menyimpang sampai derajat ketiga.
Pasal 73
Jika yang terkena kejahatan meninggal di dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam pasal berikut maka tanpa memperpanjang tenggang itu, penuntutan dilakukan atas pengaduan orang tuanya, anaknya, atau suaminya (istrinya) yang masih hidup kecuali kalau ternyata bahwa yang meninggal tidak menghendaki penuntutan.
Pasal 74
(1) Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia.
(2) Jika yang terkena kejahatan berhak mengadu pada saat tenggang waktu tersebut dalam ayat 1 belum habis, maka setelah saat itu, pengaduan masih boleh diajukan hanya selama sisa yang masih kurang pada tenggang waktu tersebut.
Pasal 75
Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.


BAB VIII

HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT PIDANA DAN MENJALANKAN PIDANA

Pasal 76
(1) Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap.
Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut.
(2) Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal:
1. putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum;
2. putusan berupa pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena daluwarsa.
Pasal 77
Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia.
Pasal 78
(1) Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.


Bab IX

ARTI BEBERAPA ISTILAH YANG DIPAKAI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG

Pasal 86
Apabila disebut kejahatan, baik dalam arti kejahatan pada umumnya maupun dalam arti suatu kejahatan tertentu, maka di situ termasuk pembantuan dan percobaan melakukan kejahatan, kecuali jika dinyatakan sebaliknya oleh suatu aturan.
Pasal 87
Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53.
Pasal 88
Dikatakan ada permufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah sepakat akan melakukan kejahatan.
Pasal 88 bis
Dengan penggulingan pemerintahan dimaksud meniadakan atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal 89
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
Pasal 90
Luka berat berarti:
- jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
- tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
- kehilangan salah satu pancaindera;
- mendapat cacat berat;
- menderita sakit lumpuh;
- terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
- gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Pasal 91
(1) Dalam kekuasaan bapak dicakup pula kekuasaan kepala keluarga.
(2) Dengan orang tua, dimaksud pula kepala keluarga.
(3) Dengan bapak, dimaksud pula orang yang menjalankan kekuasaan yang sama dengan bapak.
(4) Dengan anak, dimaksud pula orang yang ada di bawah kekuasaan yang sama dengan kekuasaan bapak.
Pasal 92
(1) Yang disebut pejabat, termasuk juga orang-orang yang dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, begitu juga orang-orang yang bukan karena pemilihan, menjadi anggota badan pembentuk undang-undang, badan pemerintahan, atau badan perwakilan rakyat, yang dibentuk oleh pemerintah atau atas nama pemerintah; begitu juga semua anggota dewan subak, dan semua kepala rakyat Indonesia asli dan kepala golongan Timur Asing, yang menjalankan kekuasaan yang sah.
(2) Yang disebut pejabat dan hakim termasuk juga hakim wasit; yang disebut hakim termasuk juga orang-orang yang menjalankan peradilan administratif, serta ketua-ketua dan anggota-anggota pengadilan agama.
(3) Semua anggota Angkatan Perang juga dianggap sebagai pejabat.
Pasal 92 bis
Yang disebut pengusaha ialah tiap-tiap orang yang menjalankan perusahaan.
Pasal 93
(1) Yang disebut nakoda ialah orang yang memegang kekuasaan di kapal atau yang mewakilinya.
(2) Yang disebut penumpang ialah semua orang yang ada di kapal, kecuali nakoda.
(3) Yang disebut anak buah kapal ialah semua perwira atau kelasi yang ada di dalam kapal.
Pasal 94
Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 1946, pasal VIII, butir 11.
Pasal 95
Yang disebut kapal Indonesia ialah kapal yang mempunyai surat laut atau pas kapal, atau surat izin sebagai pengganti sementara menurut aturan-aturan umum mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia.
Pasal 95a
(1) Yang dimaksud dengan pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia.
(2) Termasuk pula pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara asing yang disewa tanpa awak pesawat dan dioperasikan oleh perusahaan penerbangan Indonesia.
Pasal 95b
Yang dimaksud dengan dalam penerbanagan adalah sejak saat pintu luar pesawat udara ditutup setelah naiknya penumpang (embarkasi) sampai saat pintu dibuka untuk penurunan penumpang (diembarkasi).
Dalam hal terjadi pendaratan darurat penerbangan dianggap terus berlangsung sampai saat penguasa yang berwenang mengambil alih tanggung jawab atas pesawat udara dan barang yang ada di dalamnya.
Pasal 95c
Yang diamksud dengan dalam dinas adalah jangka waktu sejak pesawat udara disiapkan oleh awak darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan tertentu, hingga setelah 24 jam lewat sesudah setiapendaratan.
Pasal 96
(1) Yang disebut musuh termasuk juga pemberontak. Begitu juga termasuk di situ negara atau kekuasaan yang akan menjadi lawan perang.
(2) Yang disebut perang termasuk juga permusuhan dengan daerah-daerah swapraja, begitu juga perang saudara.
(3) Yang disebut masa perang termasuk juga waktu selama perang sedang mengancam. Begitu juga dikatakan masih ada masa perang, segera sesudah diperintahkan mobilisasi Angkatan Perang dan selama mobilisasi itu berlaku.
Pasal 97
Yang disebut hari adalah waktu selama dua puluh empat jam; yang disebut bulan adalah waktu selama tiga puluh hari.
Pasal 98
Yang disebut waktu malam yaitu waktu antara matahari terbenam dan matahari terbit.
Pasal 99
Yang disebut memanjat termasuk juga masuk melalui lubang yang memang sudah ada, tetapi bukan untuk masuk atau masuk melalui lubang di dalam tanah yang dengan sengaja digali; begitu juga menyeberangi selokan atau parit yang digunakan sebagai batas penutup.
Pasal 100
Yang disebut anak kunci palsu termasuk juga segala perkakas yang tidak dimaksud untuk membuka kunci.
Pasal 101
Yang disebut ternak yaitu semua binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak, dan babi.
Pasal 101 bis
(1) Yang dimaksud bangunan listrik yaitu bangunan-bangunan yang gunanya untuk membangkitkan, mengalirkan, mengubah, atau menyerahkan tenaga listrik; begitu pula alat-alat yang berhubungan dengan itu, yaitu alat-alat penjaga keselamatan, alat-alat pemasang, alat-alat pendukung, dan alat-alat peringatan.
(2) Dengan bangunan-bangunan telegrap dan telepon tidak dimaksudkan bangunan listrik.
Pasal 102
Ditiadakan dengan Staatsblad 1920 No. 382


ATURAN PENUTUP
Pasal 103
Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain.

Senin, 06 September 2010

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Pengangkatan dan pemberhentian dosen sebagai pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas

SALINAN
PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 67 TAHUN 2008
TENTANG
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN DOSEN
SEBAGAI PIMPINAN PERGURUAN TINGGI DAN PIMPINAN FAKULTAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHASA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang : bahwa dalam rangka pengangkatan dan pemberhentian dosen yang
diberi tugas tambahan sebagai pimpinan perguruan tinggi dan
pimpinan fakultas, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional tentang pengangkatan dan pemberhentian dosen sebagai
pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4586);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999 tentang
Pendidikan Tinggi (Lembaranb Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3859);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 193,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014);
- 2 -
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 20 Tahun 2008;
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun
2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indoensia bersatu
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir degan
Keputusan Presiden Nomor 77/P Tahun 2007;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG
PENGANAKATAN DAN PEMBERHENTIAN DOSEN SEBAGAI
PIMPINAN PERGURUAN TINGGI DAN PIMPINAN FAKULTAS.
Pasal 1
Dalam peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.
2. Pimpinan perguruan tinggi adalah Rektor/Pembantu Rektor pada universitas/
institut, Ketua/Pembantu Ketua pada sekolah tinggi, dan Direktur/Pembantu
Direktur pada politeknik/akademi negeri yang diselenggarakan oleh
Departemen.
3. Pimpinan fakultas adalah Dekan dan Pembantu Dekan pada perguruan tinggi
negeri yang diselenggarakan oleh Departemen.
4. Senat perguruan tinggi adalah badan normatif dan perwakilan tertinggi pada
perguruan tinggi yang bersangkutan.
5. Senat fakultas adalah badan normatif dan perwakilan tertinggi di lingkungan
fakultas yang memiliki wewenang untuk menjabarkan kebijakan dan peraturan
universitas/institut untuk fakultas yang bersangkutan.
6. Departemen adalah Departemen Pendidikan Nasional.
7. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional.
Pasal 2
Dosen di lingkungan Departemen dapat diberi tugas tambahan dengan cara
diangkat sebagai pimpinan perguruan tinggi atau pimpinan fakultas.
Pasal 3
(1) Pengangkatan pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas dilakukan
apabila terdapat:
a. mutasi;
b. perubahan organisasi.
- 3 -
(2) Mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan:
a. berhenti dari pegawai negeri sipil atas permohonan sendiri;
b. pensiun;
c. masa jabatan berakhir;
d. diangkat dalam jabatan lain;
e. diberhentiukan dari pegawai negeri sipil sebelum masa jabatan berakhir
karena berbagai sebab;
f. meninggal dunia.
(3) Perubahan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penambahan unit baru;
b. perubahan bentuk perguruan tinggi.
Pasal 4
(1) Untuk dapat diangkat sebagai pimpinan perguruan tinggi atau pimpinan
fakultas, seorang dosen harus memenuhi persyaratan tertentu.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. berusia setinggi-tingginya 61 (enam puluh satu) tahun pada saat diusulkan
kepada pejabat yang berwenang mengangkat;
c. berpendidikan serendah-rendahnya magister;
d. bersedia dicalonkan menjadi pimpinan perguruan tinggi atau pimpinan
fakultas yang dinyatakan secara tertulis;
e. bagi Rektor/Pembantu Rektor dan Dekan serendah-rendahnya menduduki
jabatan Lektor Kepala;
f. bagi Pembantu Dekan, Ketua/Pembantu Ketua, Direktur/Pembantu
Direktur serendah-rendahnya menduki jabatan Lektor.
Pasal 5
(1) Bakal calon Rektor/Ketua/Direktur paling sedikit 4 (empat) nama calon.
(2) Calom Pembantu Rektor/Pembantu Ketua/Pembantu Direktur diajukan oleh
Rektor/Ketua/Direktur paling sedikit 3 (tiga) nama calon untuk mendapat
pertimbangan Senat.
(3) Apabila bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi
dari perguruan tinggi yang bersangkutan, dapat dipilih dari dosen yang
memenuhi persyaratan dari perguruan tinggi negeri laoin di lingkungan
Departemen.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan bakal calon sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Senat perguruan tinggi.
Pasal 6
(1) Bakal calon Dekan paling sedikit 3 (tiga) nama calon dan bakal calon
Pembantu Dekan paling sedikit 2 (dua) nama calon.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan bakal calon sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Senat fakultas.
- 4 -
Pasal 7
Pengusulan pengangkatan pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas
didasarkan pada hasil pertimbangan senat perguruan tinggi dan senat fakultas.
Pasal 8
(1) Pemberian pertimbangan calon Rektor dilakukan melalui rapat senat perguruan
tinggi yang diselenggarakan khusus untuk maksud tersebut selambatlambatnya
5 (lima) bulan sebelum masa tugasnya berakhir.
(2) Pemberian pertimbangan calon Ketua dan Direktur dilakukan melalui rapat
senat perguruan tinggi yang diselenggarakan khusus untuk maksud tersebut
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa tugasnya berakhir.
(3) Pemberian pertimbangan calon Pembantu Rektor/Pembantu Ketua/Pembantu
Direktur dilakukan melalui rapat senat perguruan tinggi yang diselenggarakan
khusus untuk maksud tersebut selambat-lambatnya 3 (tuga) bulan sebelum
masa tugasnya berakhir.
(4) Pemberian pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) dilakukan melalui prosedur sebagai berikut:
a. Pemberian pertimbangan dan penetapan nama Calon Rektor/Ketua/
Direktur, Pembantu Rektor/Ketua/Direktur dalam rapat Senat dilakukan
melalui pemungutan suara.
b. Rapat Senat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per
tiga) anggota Senat.
c. Pengambilan keputusan melalui pemungutan suara dilakukan dengan
ketentuan setiap anggota Senat memiliki haksatu suara untuk satu calon
yang dipilih.
d. Penetapan nama calon didasarkan atas peringkat perolehan suara sebagai
berikut:
1) 3 (tiga) nama calon Rektor/Ketua/Direktur;
2) 2 (dua) nama calon Pembantu Rektor/Pembantu Ketua/Pembantu
Direktur.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara rapat Senat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan peraturan Senat
perguruan tinggi.
Pasal 9
(1) Pemberian pertimbangan calon Dekan dan Pembantu Dekan dilakukan melalui
rapat senat fakultas yang diselenggarakan khusus untuk maksud tersebut
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa tugasnya berakhir.
(2) Hasil pertimbangan senat fakultas untuk calon Dekan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) selanjutnya disahkan oleh senat perguruan tinggi.
(3) Penetapan nama calon didasarkan atas peringkat perolehan suara 2 (dua)
nama calon Dekan dan Pembantu Dekan.
- 5 -
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara rapat senat fakultgas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan senat fakultas.
Pasal 10
(1) Pengajuan usul 3 (tiga) nama calon Rektor/Ketua/Direktur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf d disampaikan oleh
Rektor/Ketua/Direktur kepada Menteri dengan dilampiri:
a. Keputusan Ketua Senat tentang Tata Cara Pemilihan Rektor/Ketua/
Direktur;
b. berita acara hasil pemilihan yang ditetapkan oleh panitia dan ketua senat;
serta
c. kelengkapan dokumen kepegawaian terdiri atas:
1) daftar riwayat hidup;
2) Surat Keputusan jabatan dosen terakhir;
3) Surat Keputusan kenaikan pangkat terakhir;
4) DP3 dua tahun terakhir;
5) foto copy kartu pegawai (Karpeg); dan
6) bukti telah mengisi dan menyampaikan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN) bagi calon Rektor/Ketua/Direktur
yang diusulkan kembali untuk periode jabatan kedua.
(2) Tembusan usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Sekretaris Jenderal Departemen, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen, dan Inspektur Jenderal Departemen selambat-lambatnya 2 (dua)
minggu setelah rapat senat dilaksanakan.
Pasal 11
(1) Sekretaris Jenderal Departemen menyampaikan usul sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (2) kepada Direktur Jendral Pendidikan Tinggi dan
Inspektur Jenderal Departemen untuk mendapatkan pertimbangan tertulis.
(2) Berdasarkan hasil pertimbangan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri:
a. mengusulkan calon Rektor kepada Presiden;
b. mengangkat Ketua/Direktur.
(3) Berdasarkan hasil pertimbangan senat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (4) huruf d angka 2) dan Pasal 9 ayat (3), Rektor/Ketua/Direktur
mengangkat Pembantu Rektor/Pembantu Ketua/Pembantu Direktur, Dekan,
dan Pembantu Dekan.
Pasal 12
Masa jabatan pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas adalah 4 (empat)
tahun dan dapat diangkat kembali dengan ketentuan tidak lebihdari 2 (dua) kali
masa jabatan berturut-turut.
- 6 -
Pasal 13
(1) Pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas diberhentikan dari jabatannya
karena:
a. permohonan sendiri;
b. telah berusia 65 (enam puluh lima) tahun;
c. masa jabatannya berakhir;
d. diangkat dalam jabatan negeri yang lain;
e. dikenakan hukuman disiplin tingkat berat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
f. diberhentikan sementara dari pegawai negeri sipil;
g. diberhentikan dari jabatan dosen;
h. berhalangan tetap;
i. sedang menjalani tugas belajar atau tugas lain lebih dari 6 (enam) bulan;
j. cuti di luar tanggungan negara;
k. hal lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Pemberhentian pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat yang berwenang.
Pasal 14
Apabila terjadi pemberhentian pimpinan perguruan tinggi atau pimpinan fakultas
sebelum masa jabatannya berakhir, dilakukan pengkatan penjabat pimpinan
perguruan tinggi atau pimpinan fakultas untuk meneruskan sisa masa jabatan.
Pasal 15
(1) Pengangkatan penjabat Rektor/Ketua/Direktur untuk meneruskan sisa masa
jabatan dilakukan oleh Menteri.
(2) Pengkatan penjabat Pembantu Rektor/Pembantu Ketua/Pembantu Direktur
dilakukan oleh Rektor/Ketua/Direktur perguruan tinggi yang bersangkutan.
(3) Pengangkatan penjabat Dekan dan Pembantu Dekan dilakukan oleh Rektor
perguruan tinggi yang bersangkutan.
Pasal 16
(1) Kepada penjabat Rektor/Ketua/Direktur diberikan hak, wewenang, dan
tanggung jawab sebagaimana Rektor/Ketua/Direktur definitif untuk
melaksanakan tugas yang bersifat administratif dan teknis akademik.
(2) Kewenangan dalam pembuatan kebijakan dan pengangkatan pimpinan
perguruan tinggi dilakukan setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Menteri
melalui Direktur Jenderal Pendidikan Tingcgi.
Pasal 17
Penjabat pimpinan perguruan tinggi atau pimpinan fakultas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 dan Pasal 15 yang telah meneruskan sisa masa jabatan lebih dari 2
(dua) tahun, dihitung sebagai 1 (satu) masa periode jabatan.
- 7 -
Pasal 18
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 284/U/1999 tentang Pengangkatan Dosen Sebagai Pimpinan
Perguruan Tinggi dan Pimpinan Fakultas sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 043/U/2001 tentang Perubahan
Pertama Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 284/U/1999
Tentang Pengangkatan Dosen Sebagai Pimpinan Perguruan Tinggi dan Pimpinan
Fakultas dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 19
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2008
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
TTD
BAMBANG SUDIBYO